Kabupaten
Cianjur, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya terletak di kecamatanCianjur.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di
Utara , Kabupaten Bandung,Kabupaten Bandung
Barat, dan Kabupaten Garut di
timur, Samudra Hindia di
selatan, serta Kabupaten Sukabumi di
barat.
Sebagian besar wilayah Cianjur
adalah pegunungan,
kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit.
Lahanlahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan merupakan
sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai
besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman
pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni,
yang bermuara di Samudra Hindia.
Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur
350.148 hektar,
pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi,
58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha
(27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha
(16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan
penggembalaan / pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak / kolam,
25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman / pekarangan dan 22.483 Ha
(6.42 %) berupa penggunaan lain-lain.
Folosofi
Cianjur
Cianjur memiliki filosofi yang sangat bagus, yakni ngaos,
mamaos dan maenpo yang mengingatkan tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup.
Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan
masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan. Citra sebagai daerah agamis ini
konon sudah terintis sejak Cianjur ada dari ketiadan yakni sekitar tahun 1677
dimana tatar Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang
gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat
julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di
tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan
perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok
pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum
berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri
berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. Mamaos adalah seni
budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan
dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda
Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati
Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu
(pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
Profil Bupati
Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh MM, lahir di Cianjur
tanggal 3 Pebruari 1953, terpilih sebagai Bupati Cianjur dalam pilkada langsung
Tahun 2011. Sampai saat ini dikaruniai empat orang anak dari istrinya yang
bernama Hj.Yana Rosdiana, SH.. beralamat di Jl. Didi Prawira No. 01 RT/RW :
003/015 Kel.Solokpandan Cianjur diangkat menjadi bupati Cianjur untuk periode
2011-2016.
Dedikasinya yang cukup tinggi telah mengatarkan Drs.
Tjetjep Muchtar Soleh MM dalam menduduki jabatan dalam kepemerintahan sebagai :
1.
|
Mantri
Polisi Kec.Cikalongkulon
|
1980-1982
|
2.
|
Pemeriksa
Ekonomi dan Kesra
|
1986-1987
|
3.
|
Camat
Sukanagara
|
1987-1990
|
4.
|
Camat
Cikalongkulon
|
1990-1993
|
5.
|
Kepala
Bagian Sosial Setda Cianjur
|
1994-1998
|
6.
|
Asisten II
Bidang Administrasi Pembangunan
|
1998-2001
|
7.
|
Kepala
Bappeda Cianjur
|
2001-2005
|
8.
|
Asisten
III Bidang Administrasi Pemerintahan
|
2005-2006
|
Sementara itu riwayat pendidikan baik formal dan
nonformal yang telah ditempuhnya sebagai berikut:
A.
Pendidikan Formal:
1.
|
SD Negeri
Cianjur
|
1965
|
2.
|
SMP Negeri
Cianjur
|
1968
|
3.
|
SMA Negeri
(Paspal) Cianjur
|
1971
|
4.
|
APDN
Bandung
|
1977
|
5.
|
Institut
Ilmu Pemerintahan Depdagri Jakarta
|
1985
|
6.
|
Program MM
STIE-IPWI Jakarta
|
1998
|
B. Diklat
Struktural:
1.
|
SUSPIMPEMDAGRI
Ang. I Secapa AD Bandung
|
1989
|
2.
|
SPADYA
Diklat Propinsi Jawa Barat Bandung
|
1994
|
3.
|
SPAMEN
LAN-RI Jakarta
|
2002
|
C.
Diklat-diklat lain:
1.
|
Penataran
Norma Pemeriksaan Bagi Petugas Itwil Kab Cianjur
|
2.
|
Penataran
Pemantapan UDKP
|
3.
|
Pelatihan
Pelembagaan Pemantauan Wilayah
|
4.
|
Diklat
Reinverting Government management
|
5.
|
Manajemen
Sektor Ekonomi Strategis
|
6.
|
Penyegaran
Ketenagakerjaan LK Tripartit
|
Dengan berbekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya
tidak heran jika Drs. H.Tjetjep Muchtar Soleh MM, ikut aktif dalam
organisasi-organisasi seperti :
1.
|
ICMI
Cianjur (Wakil Ketua)
|
2.
|
PMI
Cianjur (Wakil Ketua)
|
3.
|
IPHI
Cianjur (Wakil Ketua)
|
4.
|
Dewan
Mesjid Indonesia Cianjur (Penasehat)
|
5.
|
MUI
Cianjur (Wakil Ketua Bidang Organisasi)
|
6.
|
BAZIS
Cianjur (Wakil Ketua)
|
7.
|
Yayasan
Kanker Indonesia (Wakil Ketua)
|
8.
|
Yayasan
Rereongan Bersemi (Wakil Ketua)
|
Berbagai aktifitasnya yang begitu padat menunjukkan
kepiawaian beliau sehingga, tidak heran jika beliau meraih penghargaan Medali
Perjuangan 45 pada tahun 1990.
Khas
Cianjur
Menurut cerita tahun 1850 di Desa
Bunikasih Kecamatan Warungkondang Cianjur ada Kiayi dan Petani bernama H.
Djarkasih atau Mama Acih menemukan anak ayam jantan di kebunnya.
Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa.
Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa.
Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Nama ayam pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung yang
artinya melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi melengkung juga
karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam mengahiri suara /
kokokannya dengan posisi melengkung.
Ayam pelung merupakan salah satu jenis ayam lokal
indonesia yang mempunyai karakteristik khas, yang secara umum ciri ciri ayam
pelung dapat digambarkan sebagai berikut :
·
Badan: Besar dan
kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
·
Cakar: Panjang
dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
·
Pial: Besar,
bulat dan memerah
·
Jengger: Besar,
tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan berbentuk
tunggal
·
Warna bulu: Tidak
memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah dan hitam ; kuning dan putih ;
dan atau campuran warna hijau mengkilat
·
Suara: Berkokok
berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Budidaya Ayam Pelung
Budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan
ayam pelung yang unggul dan baik terus dilakukan secara teliti dan tepat, yang
mencakup antara lain : Pemilihan Induk, Pemilihan Pejantan, Teknik pemeliharaan
dan kesehatan (sanitasi kandang & vaksinasi berkala). Dengan perkembangan
teknologi belakangan ini, kita semua sependapat bahwa ayam pelung harus
dikembangkan dan dibudidayakan secara maksimal untuk kepentingan kesejahteraan
manusia, tetapi dari sisi melestarikan dan mengembangkan ayam pelung dengan
tidak harus merusak atau memusnahkan ras pelung yang sudah ada dan terbukti
memiliki berbagai keunggulan.
Kontes Dan Bursa Ayam Pelung
Seperti halnya burung perkutut atau
burung kicauan lainnya, ayam jago pelung juga dikonteskan yang menitik beratkan
kepada alunan suaranya, dan sekarang ini hampir semua aspek sudah mendapat
penilaian dalam suatu kontes : kontes suara khusus untuk jago ayam pelung,
kontes penampilan, bobot badan dan juga untuk Pelung betina yang meliputi lomba
lokal, nasional maupun internasional yang telah diagendakan secara terorganisir
pada setiap tahunnya.
Pada kontes Ayam Pelung tersebut
selain diadakan lomba tarik suara dan lainnya juga merupakan arena bursa
penjualan dari anak ayam sampai ayam dewasa, dari usia 0 s/d 1 bulan (jodoan),
usia 3 bulan (sangkal), usia 6 s/d 7 bulan (jajangkar), sampai kepada ayam
pelung yang sudah jadi (siap kontes). Dengan demikian lomba/kontes ayam pelung
sekaligus merupakan bursa penjualan, promosi dan sosialisasi khusus ayam
pelung. Melalui bursa semacam ini para pembeli, penjual dan penggemar merasa
puas karena pada umumnya mendapatkan bibit-bibit maupun induk yang berkualitas
dan tambahan pengetahuan tentang segala hal mengenai ayam pelung yang cukup
memuaskan dari sesama peternak dan penggemar.
Sejarah
Tembang Cianjuran
Mamaos
terbentuk pada masa pemerintahan bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (1834—1864). Bupati
Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Oleh karena
itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti. Pada mulanya mamaos dinyanyikan
oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari
oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan munculnya para juru mamaos wanita,
seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan
Nyi Mas Saodah.
Bahan mamaos
berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta
tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun
dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran,
diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang
berasal dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan kepada peraturan
rumpaka (teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan bahan-bahan olahan
vokal Sunda. Namun demikian pada akhirnya kedua teknik pembuatan rumpaka ini
ada yang digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang dibuat dengan aturan
pupuh.
Pada masa
awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi
dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya
hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari
cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.
Pada masa pemerintahan bupati RAA.
Prawiradiredja II (1864—1910) kesenian mamaos
mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853—1928) adalah di antara
tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering diundang untuk
mengajarkan mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati
Bandung RAA. Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920—1931 & 1935—1942). Ketika mamaos
menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak,
maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut
mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian ini khas dan
berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio NIROM Bandung tahun 1930-an menyiarkan
kesenian ini menyebutnya dengan tembang Cianjuran.
Sebenarnya
yayaya istilah mamaos hanya menunjukkan pada lagu-lagu yang berpolakan pupuh
(tembang), karena istilah mamaos merupakan penghalusan dari kata mamaca, yaitu
seni membaca buku cerita wawacan dengan cara dinyanyikan. Buku wawacan yang
menggunakan aturan pupuh ini ada yang dilagukan dengan teknik nyanyian rancag
dan teknik beluk. Lagu-lagu mamaos berlaras pelog (degung), sorog (nyorog;
madenda), salendro, serta mandalungan. Berdasarkan bahan asal dan sifat lagunya
mamaos dikelompokkan dalam beberapa wanda, yaitu: papantunan, jejemplangan,
dedegungan, dan rarancagan. Sekarang ditambahkan pula jenis kakawen dan
panambih sebagai wanda tersendiri. Lagu-lagu mamaos dari jenis tembang banyak
menggunakan pola pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula, serta ada di
antaranya lagu dari pupuh lainnya.
Lagu-lagu
dalam wanda papantunan di antaranya Papatat, Rajamantri, Mupu
Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat, Putri
Layar, Pangapungan,Rajah, Gelang Gading, Candrawulan,
dsb. Sementara dalam wanda jejemplangan di antaranya terdiri dari Jemplang
Panganten, Jemplang, Cidadap, Jemplang
Leumpang,Jemplang Titi, Jemplang Pamirig, dsb. Wanda
dedegungan di antaranya Sinom Degung, Asmarandana Degung, Durma Degung, Dangdanggula
Degung, Rumangsang Degung, Panangis Degung dan sebagainya. Wanda rarancagan di
antaranya; Manangis, Bayubud, Sinom Polos, Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom
Liwung, Asmarandana Rancag, Setra, Satria, Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan
Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan, Porbalinggo, Erang Barong dan
sebagainya. Wanda kakawen di antaranya: Sebrakan Sapuratina, Sebrakan Pelog,
Toya Mijil, Kayu Agung, dan sebagainya. Wanda panambih di antaranya: Budak
Ceurik, Toropongan, Kulu-kulu Gandrung Gunung, Renggong Gede, Panyileukan,
Selabintana, Soropongan, dsb.
Pada mulanya
mamaos berfungsi sebagai musik hiburan alat silaturahmi di antara kaum menak.
Tetapi mamaos sekarang, di samping masih seperti fungsi semula, juga telah
menjadi seni hiburan yang bersifat profit oleh para senimannya seperti
kesenian. Mamaos sekarang sering dipakai dalam hiburan hajatan perkawinan,
khitanan, dan berbagai keperluan hiburan atau acara adat.
0 Response to "Profil Cianjur"
Post a Comment