BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam konsepsi sejarah, berakhirnya perang dunia II seringkali dilihat sebagai kemenangan panji demokrasi, dan keruntuhan bendera fasisme. Keruntuhan, kekuatan demokrasi kembali menduduki posisi sentral dalam agenda persoalan kenegaraan di dunia. Persoalannyasangat jelas, yakni menempatkan demokrasi dan HAM sama dengan meletakkan kedaulatan rakyat di garis depan dari seluruh pengelolaan sosial politik dan ekonomi.

1.2  Tujuan
Tujuan kami lebih untuk menyadarkan bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan  dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi kemerdekaan , kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing.
Perjuangan ini dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa sehingga  kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.



















BAB II
PEMBAHASAN


2.1       PANCASILA
2.1.1    Pengertian Pancasila
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
2.1.2    Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan             perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

2.2       Undang-Undang Dasar (UUD)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

2.2.1    Sejarah UUD
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
2.2.2    Naskah UUD
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
2.2.3 Periode UUD 1945 Amandemen
            Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

2.3       Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) memuat prinsip bahwa hak asasi manusia harus dilihat secara holistik bukan parsial sebab HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 
Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di bidang sosial politik hanya dapat berjalan dengan baik apabila hak yang lain di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak solidaritas juga juga dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Dengan diratifikasinya konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, kewajiban Indonesia untuk melakukan pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi, sosial dan budaya harus diwujudkan baik melalui aturan hukum ataupun melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
2.3.1    Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right :
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right :
            - Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
            - hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
            - Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
            - Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right :
            - Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
            - Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
            - Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths :
            - Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
            - Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
            - Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
            - Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
            - Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights :
            - Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
            - Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right :
            - Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
            - Hak mendapatkan pengajaran
            - Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

2.4 BELA NEGARA
2.4.1 Pengertian  Bela Negara

            Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan uud 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. pembelaan negara bukan semata-mata tugas tni, tetapi segenap warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 

            Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di Republik Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan negara kesatuan  Republik  Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan orde baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik perhatian bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu 
oleh sistem pemerintahan yang otoriter. 

            Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang demokratis. namun berbagai tindakan anarkis, konflik sara dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatas namakan demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan utama. semangat untuk membela negara seolah telah memudar. 

            Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada tentara nasional indonesia. padahal berdasarkan pasal 30 uud 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia. bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan republik indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri. 

            UU No 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara ri mengatur tata cara penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh komponen bangsa. Upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan pertahanan negara itu antara lain dilakukan melalui pendidikan pendahuluan bela negara. di dalam masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu timbul pertanyaan apakah pendidikan pendahuluan bela negara masih relevan dan masih dibutuhkan. makalah ini akan mencoba membahas tentang relevansi pendidikan pendahuluan bela negara di era reformasi dan dalam rangka menghadapi era globalisasi abad ke 21. 

2.5 DEMOKRASI
2.5.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum yang ingin menyuarakan pendapat mereka.
 Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahanotoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. 
Landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.
Demokrasi selalu diidentikkan dengan kebebasan (terkadang tanpa batasan) yang dilakukan oleh sekelompok orang. Walaupun demokrasi itu sendiri selalu dieksploitasi dengan memobilisasi banyak orang, tetapi suara terbanyak belum merupakan cerminan untuk kepentingan masyarakat banyak. Demokrasi harus ditempatkan secara obyektif untuk mencapai kebenaran substantif, dan demokrasi yang selama ini dilakukan hanya dilandaskan pada semangat emosional, tanpa suatu pemahaman.

3.1 STUDY KASUS
3.1.1 Gereja dan Kejahatan Kemanusiaan di PAPUA Barat

Salah satu institusi yang secara tradisional memiliki kedekatan emosional dengan rakyat Papua Barat adalah institusi gereja. Gereja di Papua Barat, selain lembaga-lembaga swadaya masyarakat memiliki konsern terhadap berbagai pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua Barat. Gereja bersama rakyat Papua berjuang demi tegaknya hak asasi manusia di Papua Barat. Berikut ini tulisan salah seorang rohaniawan Katolik tentang problematika terjadinya pelanggaran HAM di Papua.
3.1.2 Titik Pandang Permasalahan

            Saat ini, bila kita berkunjung ke pelosok-pelosok Papua, dengan gampang kita akan bertemu sejumlah masyarakat yang mengakui, bahwa di hutan ini, ayah, ibu beserta saudara-saudaranya dibantai oleh militer. Banyak yang diperkosa, disiksa, dihilangkan, ditangkap tanpa proses hukum, serta berbagai bentuk penyiksaan di luar batas kemanusiaan. Kuburan massal bertebaran di mana-mana. Semua dilakukan oleh militer Indonesia berdasarkan stigma OPM. Tetapi bagi rakyat Papua, OPM adalah ideologi perjuangan untuk memperoleh kebenaran.
 Rakyat Papua sedang memperjuangkan keadilan dan kebenaran baginya, namun pemerintah selalu mencurigai kegiatan itu sebagai kegiatan subversif. Oleh sebab itu, pemerintah menggunakan pendekatan militer. Gereja berada pada posisi serba salah. Hendak menghormati rakyatkah atau pemerintah? Tulisan ini mengajak kita mendiskusikan sikap gereja-gereja di Papua pada umumnya dalam dinamika sosial politik di Indonesia yang belum stabil.
 Mengapa rakyat Papua melawan pemerintah Indonesia? Studi Lembaga Studi dan Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua Barat menunjukkan, bahwa ada tiga permasalahan utama yang melatari perjuangan rakyat Papua untuk menuntut hak-hak mereka.

3.1.3 PAPUA DI ERA REFORMASI:
Otonomi  VS PAPUA Merdeka

           
Dinamika politik Indonesia mulai membuka ruang yang memungkinkan penyampaian berbagai bentuk aspirasi yang terpendam, selama bertahun-tahun di Papua Barat. Pada Mei 1998 di Papua Barat berlangsung berbagai demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa tertuju ke instansi tertentu, seperti militer dan DPRD, dengan tuntutan tentang: (a) persoalan Hak Asasi Manusia; (b) hak berpartisipasi dalam jenjang birokrasi pemerintahan (sering disebut Papuanisasi Birokrasi); (c) persoalan transmigrasi; dan (d) persoalan hak ulayat tanah adat, dan sebagainya. Peran ini kemudian beralih dari mahasiswa ke masyarakat. Pada tahun 1999, demonstrasi berubah menjadi pemalangan sejumlah kantor instansi-instansi penting seperti Kantor Kehutanan di Jayapura, serta kantor Dinas Pendapatan Daerah di Biak. Di Sorong berlangsung pemalangan di hampir semua perusahaan, seperti Perusahaan Pertamina,Usaha Mina(Perusahaan Pertambangan), maupun Perusahaan Tambang. Namun pada tahun 2000, demonstrasi massa berali ke pemalangan fasilitas publik, seperti pemalangan sumber air minum (di Waena, Port Numbay), pemalangan Kantor Telkom, serta pemalangan Rumah Sakit Pembantu di Abepura, Jayapura.

3.1.4 GEREJA DAN SITUASI POLITIK YANG BERUBAH

Peran gereja mengalami dinamika sesuai dengan perubahan sosial-politik di Papua. Baik pada masa Orde Baru, awal reformas, tetapi juga di masa yang akan datang.
 Ketika rezim Soeharto masih berjaya, dan DOM begitu ketat diberlakukan di Irian Jaya, maka segala bentuk sikap kritis terhadap masalah-masalah pembangunan di Papua, selalu dengan gampang diberi stigma OPM. Suatu stigma yang nyaris sama seperti hukuman mati bagi setiap orang yang dikenai stigma itu. Oleh sebab itu, baik masyarakat maupun gereja mengalami kesulitan untuk memberitakan kebenaran, karena menghadapi ancaman militer. 

Gereja begitu kesulitan untuk melakukan peran kenabian, dan hanya bisa melakukannya melalui khotbah-khotbah di mimbar. Kecaman-kecaman terhadap kebijakan militer dan pembangunan cenderung dilakukan secara tertutup, melalui komunikasi antar pribadi ataupun melalui khotbah-khotbah.
 Pada pertengahan tahun 1995, gereja melakukan suatu gebrakan berani dengan tampilnya Uskup Munninghoff, OFM melaporkan terjadinya pelanggaran HAM berkaitan dengan protes masyarakat Amungme atas kehadiran dan perilaku menejemen PT Freeport. Laporan yang menyentakkan dunia internasional itu, makin memberanikan para pimpinan gereja Gereja Katolik, GKI di Irian Jaya, maupun GKII.untuk meningkatkan peran dalam melaporkan berbagai bentuk ketidak-adilan, menyangkut kasus Mapnduma, Bela, Jila dan Alama (1998). Juga kasus-kasus lain yang berlangsung berikutnya, seperti kasus Biak Berdarah (1998), kasus Sorong, Merauke, Timika, Nabire dan sebagainya. 
Reformasi telah membuka ruang politik di Indonesia, maupun di Papua. Masyarakat menggunakan kesempatan tersebut untuk menyatakan aspirasi politik Papua Merdeka, sambil menolak tegas opsi otonomi. Dalam ruang politik yang demikian, maka sebagai institusi, gereja secara aktif berperan mengungkapkan kebenaran, tentang hak-hak orang Papua secara damai. Inisiatif mendirikan lembaga FORERI merupakan keputusan strategis untuk menyalurkan aspirasi merdeka masyarakat tanah Papua secara damai. FORERI kemudian menjadi mediator aspirasi politik antara rakyat dan pemerintah, untuk mengungkapkan aspirasi politik masyarakat. 
Beberapa pimpinan umat, baik Pastor, maupun Pendeta4 melibatkan diri bersama umat dalam aktivitas bernuansa politik. Memang aktivitas demikian kemudian menimbulkan dilema, karena berdasarkan anggapan umum bahwa gereja sebaiknya tidak berpolitik praktis. Namun demikian, peran ini dijalani untuk menunjukkan, bahwa keadilan dan kebenaran sedang mengalami ujian dalam kasus Papua. Terdapat berbagai bentuk pelanggaran HAM sebagaimana sudah disebutkan di atas, yang melatarbelakangi terjadinya protes dan penyampaian aspirasi politik merdeka. Lebih dari itu, peran gembala terhadap umat menjadi penting untuk menjaga agar perjuangan politik di Papua bisa berjalan damai tanpa pertumpahan darah.


3.2 PENYELESAIAN STUDY KASUS
3.2.1  REKOMENDASI
            Untuk melawan kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang mendorong lahirnya perjuangan politik di Papua Barat, maka kami merekomendasikan beberapa catatan berikut:

Pertama, semua pihak sebaiknya mendorong pemerintah Indonesia untuk tetap membuka peluang bagi kelanjutan dialog mengenai masalah Papua Barat. Terutama agar pemerintah tidak menciptakan konflik horisontal (antara masayarakat dengan masyarakat) atau konflik vertikal (antara masyarakat dengan pemerintah, khususnya militer) baik secara langsung melalui kekerasan militer, maupu dengan mengembangkan kekuatan-kekuatan baru seperti milisi Merah Putih di Fakfak.

Kedua, semua pihak sebaiknya mendorong terjadinya rekonstruksi sejarah untuk melihat secara jernih akar permasalahan di Papua Barat secara benar, adil dan damai. Sebuah upaya untuk membuktikan tuduhan rakyat Papua, bahwa telah terjadi pengkhianatan Indonesia dan dunia internasional terhadap hak menentukan nasib sendiri bangsa Papua pada saat PEPERA 1969, segala akibat yang ditimbulkan oleh kebijakan DOM, kebijakan pembangunan nasional yang bertumpu pada strategi pertumbuhan, krisis identitas yang dialami orang Papua, serta berbagai bentuk proses genoside harus bisa diungkap secara objektif.

Ketiga, atas dasar rekonstruksi sejarah itu, maka diperlukan dukungan selanjutnya dari semua pihak untuk melakukan proses menciptakan rasa adil bagi masyarakat Papua. Proses menciptakan rasa adil ini hanya dapat dilakukan jika terjadi proses hukum yang adil terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan di Papua, serta ada rehabilitasi nama baik para korban dengan ganti rugi yang layak bagi korban. Proses memberi rasa adil bagi rakyat diharapkan memberi kemungkinan bagi rakyat Papua untuk membebaskan diri dari perasaan benci, amarah dan dendam sebagai prasyarat untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Keempat, baru sesudah membebaskan rakyat dari ingatan penderitaan yang dialaminya itu, maka rakyat dapat diajak untuk mendiskusikan secara rasional kemungkinan rencana yang perlu dilakukan demi masa depan yang lebih baik.


4.1 Keterkaitan Study Kasus dengan Pokok Pembahasan
Keterkaiatan antara study kasus dengan pokok pembahasan tentu bila kita lihat dari segi UUD 1945, ini tercatat dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan atau kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
            Dilihat dari segi demokrasi karena pemerintah merupakan contoh utama dalam proses pendidikan demokrasi bagi masyarakatnya. Tetapi untuk beberapa contoh kasus di daerah, dimana sesama masyarakat sering terlibat dalam konflik horizontal, terutama dalam hal konflik antar kepentingan. Seringkali konflik tersebut menyeret isu-isu SARA, dan pada akhirnya mengorbankan sesama masyarakat itu sendiri. Perbedaan cara pandang dan pemahaman antara prinsip kebebasan dengan demokrasi, sering mengakibatkan misinterpretasi dalam pelaksanaannya.
            Bila secara pandangan Pancasila, tentu ke lima butir-butir Pancasila itu menjadi keinginan setiap warga di Papua Barat yang sedang bergejolak. Mereka ingin sepenuhnya merdeka dan tidak ingin lagi terjadi tindak kekerasan yang telah merugikan warga Papua.



























BAB III
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya seperti HAM, Demokrasi oleh setiap warga negara Indonesia, dan penyelenggara negara serta se lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.



5.2 Saran
            Harapan dari kami muda-mudi Indonesia menginginkan pemerintah saat ini bisa lebih menghargai hak rakyat dengan cara mendengarkan isi hati mereka atau pendapat secara demokrasi, yang tentunya tanpa harus melanggar UUD 1945.










DAFTAR PUSTAKA

2.      Buku Merah Putih Kewarganegaraan
3.      http://google.com
4.      http://wikipedia.com